Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Almarhum Ustadz Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tangal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengkajian Al-Qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Al-Qur’an menjadi kegiatan utama MTA.
Pendirian MTA dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam pada akhir dekade 60 dan awal dekade70. Sampai pada waktu itu, ummat Islam yang telah berjuang sejak zaman Belanda untuk melakukan emansipasi, baik secara politik, ekonomi, maupun kultural, justru semakin terpinggirkan. Ustadz Abdullah Thufail Saputra, seorang mubaligh yang karena profesinya sebagai pedagang mendapat kesempatan untuk berkeliling hampir ke seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya, melihat bahwa kondisi umat Islam di Indonesia yang semacam itu tidak lain karena umat Islam di Indonesia kurang memahami Al-Qur’an. Oleh karena itu, sesuai dengan sabda Nabi s.a.w. bahwa umat Islam tidak akan dapat menjadi baik kecuali dengan apa yang telah menjadikan umat Islam baik pada awalnya, yaitu Al-Qur’an, Ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia hanya akan dapat melakukan emansipasi apabila umat Islam mau kembali ke Al-Qur’an. Demikianlah, maka Ustadz Abdullah Thufail Saputra pun mendirikan MTA sebagai rintisan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an.
MTA tidak dikehendaki menjadi lembaga yang illegal, tidak dikehendaki menjadi ormas/orpol tersendiri di tengah-tengah ormas-ormas dan orpol-orpol Islam lain yang telah ada, dan tidak dikehendaki pula menjadi onderbouw ormas-ormas atau orpol-orpol lain. Untuk memenuhi keinginan ini, bentuk badan hukum yang dipilih adalah yayasan. Pada tanggal 23 Januari tahun 1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo Notodiroerjo.
Kini MTA telah berkembang ke kota-kota dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di kecamatan Nogosari (di Ketitang), Kabupaten Boyolali, di Kecamatan Polan Harjo, Kabupaten Klaten, di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Selanjutnya, perkembangan pada umumnya terjadi karena siswa-siswa MTA yang mengaji baik di MTA Pusat mau pun di cabang-cabang tersebut di daerahnya masing-masing, atau di tempatnya merantau di kota-kota besar, membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, dari tahun ke tahun tumbuh cabang-cabang baru sehingga ketika di sebuah kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi dibentuklah perwakilan yang mengkoordinir cabang-cabang tersebut dan bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang. Kini, apabila kelompok pengajian ini merupakan kelompok pengajian yang pertama-tama tumbuh di sebuah kabupaten kelompok pengajian ini langsung diresmikan sebagai perwakilan. Demikianlah, cabang-cabang dan perwakilan-perwakilan baru tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sehingga MTA memperoleh strukturnya seperti sekarang ini, yaitu MTA pusat, berkedudukan di Surakarta; MTA perwakilan, di daerah tingkat dua; dan MTA cabang di tingkat kecamatan (kecuali di DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten).
Pengajian yang diselenggarakan MTA
a. Pengajian Khusus
Sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an, kegiatan utama di MTA berupa pengkajian Al-Qur’an. Pengkajian Al-Qur’an ini dilakukan dalam berbagai pengajian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengjian khusus dan pengajian umum. Pengajian khusus adalah pengajian yang siswa-siswanya (juga disebut dengan istilah peserta) terdaftar dan setiap masuk diabsen. Pengajian khusus ini diselenggarakan seminggu sekali, baik di pusat maupun di perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang, dengan guru pengajar yang dikirim dari pusat atau yang disetujui oleh pusat. Di perwakilan-perwakilan atau cabang-cabang yang tidak memungkinkan dijangkau satu minggu sekali, kecuali dengan waktu yang lama dan tenaga serta beaya yang besar, pengajian yang diisi oleh pengajar dari pusat diselenggarakan lebih dari satu minggu sekali, bahkan ada yang diselenggarakan satu semester sekali. Perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang yang jauh dari Surakarta ini menyelenggarakan pengajian seminggu-sekali sendiri-sendiri. Konsultasi ke pusat dilakukan setiap saat melalui telpun.
Materi yang diberikan dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an dengan acuan tafsir Al-Qur’an yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir lain baik karya ulama-ulama Indonesia maupun karya ulama-ulama dari dunia Islam yang laim, baik karya ulama-ulama salafi maupun ulama-ulama kholafi. Kitab tafsir yang sekarang sedang dikaji antara lain adalah kitab tafsir oleh Ibn Katsir yang sudah ada terjemahannya dan kitab tafsir oleh Ibn Abas. Kajjian terhadap kitab tafsir oleh Ibn Abas dilakukan khusus oleh siswa-siswa MTA yang kemampuan bahasa Arabnya telah memadai.
Proses belajar mengajar dalam pengajian khusus ini dilakukan dengan teknik ceramah dan tanya jawab. Guru pengajar menyajikan meteri yang dibawakannya kemudian diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Dengan tanya jawab ini pokok bahasan dapat berkembang ke berbagai hal yang dipandang perlu. Dari sinilah, kajian tafsir Al-Qur’an dapat berkembang ke kajian aqidah, kajian syareat, kajian akhlak, kajian tarikh, dan kajian masalah-masalah aktual sehari-hari. Dengan demikian, meskipun materi pokok dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an, tidak berarti cabang-cabang ilmu agama yang lain tidak disinggung. Bahkan, sering kali kajian tafsir hanya disajikan sekali dalam satu bulan dan apabila dipandang perlu kajian tafsir untuk sementara dapat diganti dengan kajian-kajian masalah-masalah lain yang mendesak untuk segera diketahui oleh siswa. Disamping itu, pengkajian tafsir Al-Qur’an yang dilakukan di MTA secara otomatis mencakup pengkajian Hadits karena ketika pembahasan berkembangan ke masalah-masalah lain mau tidak mau harus merujuk Hadits.
Dari itu semua dapat dilihat bahwa yang dilakukan di MTA bukanlah menafsirkan Al-Qur’an, melainkan mengkaji kitab-kitab tafsir yang ada dalam rangka pemahaman Al-Qur’an agar dapat dihayati dan selanjutnya diamalkan.
b. Pengajian Umum
Pengajian umum adalah pengajian yang dibuka untuk umum, siswanya tidak terdaftar dan tidak diabsen. Materi pengajian lebih ditekankan pada hal-hal yang diperlukan dalam pengamalan agama sehari-hari. Pengajian umum ini baru dapat diselenggarakan oleh MTA Pusat yang diselenggarakan satu minggu sekali pada hari Ahad pagi.
Pendirian MTA dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam pada akhir dekade 60 dan awal dekade70. Sampai pada waktu itu, ummat Islam yang telah berjuang sejak zaman Belanda untuk melakukan emansipasi, baik secara politik, ekonomi, maupun kultural, justru semakin terpinggirkan. Ustadz Abdullah Thufail Saputra, seorang mubaligh yang karena profesinya sebagai pedagang mendapat kesempatan untuk berkeliling hampir ke seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya, melihat bahwa kondisi umat Islam di Indonesia yang semacam itu tidak lain karena umat Islam di Indonesia kurang memahami Al-Qur’an. Oleh karena itu, sesuai dengan sabda Nabi s.a.w. bahwa umat Islam tidak akan dapat menjadi baik kecuali dengan apa yang telah menjadikan umat Islam baik pada awalnya, yaitu Al-Qur’an, Ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia hanya akan dapat melakukan emansipasi apabila umat Islam mau kembali ke Al-Qur’an. Demikianlah, maka Ustadz Abdullah Thufail Saputra pun mendirikan MTA sebagai rintisan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an.
MTA tidak dikehendaki menjadi lembaga yang illegal, tidak dikehendaki menjadi ormas/orpol tersendiri di tengah-tengah ormas-ormas dan orpol-orpol Islam lain yang telah ada, dan tidak dikehendaki pula menjadi onderbouw ormas-ormas atau orpol-orpol lain. Untuk memenuhi keinginan ini, bentuk badan hukum yang dipilih adalah yayasan. Pada tanggal 23 Januari tahun 1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo Notodiroerjo.
Kini MTA telah berkembang ke kota-kota dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di kecamatan Nogosari (di Ketitang), Kabupaten Boyolali, di Kecamatan Polan Harjo, Kabupaten Klaten, di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Selanjutnya, perkembangan pada umumnya terjadi karena siswa-siswa MTA yang mengaji baik di MTA Pusat mau pun di cabang-cabang tersebut di daerahnya masing-masing, atau di tempatnya merantau di kota-kota besar, membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, dari tahun ke tahun tumbuh cabang-cabang baru sehingga ketika di sebuah kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi dibentuklah perwakilan yang mengkoordinir cabang-cabang tersebut dan bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang. Kini, apabila kelompok pengajian ini merupakan kelompok pengajian yang pertama-tama tumbuh di sebuah kabupaten kelompok pengajian ini langsung diresmikan sebagai perwakilan. Demikianlah, cabang-cabang dan perwakilan-perwakilan baru tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sehingga MTA memperoleh strukturnya seperti sekarang ini, yaitu MTA pusat, berkedudukan di Surakarta; MTA perwakilan, di daerah tingkat dua; dan MTA cabang di tingkat kecamatan (kecuali di DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten).
Pengajian yang diselenggarakan MTA
a. Pengajian Khusus
Sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an, kegiatan utama di MTA berupa pengkajian Al-Qur’an. Pengkajian Al-Qur’an ini dilakukan dalam berbagai pengajian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengjian khusus dan pengajian umum. Pengajian khusus adalah pengajian yang siswa-siswanya (juga disebut dengan istilah peserta) terdaftar dan setiap masuk diabsen. Pengajian khusus ini diselenggarakan seminggu sekali, baik di pusat maupun di perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang, dengan guru pengajar yang dikirim dari pusat atau yang disetujui oleh pusat. Di perwakilan-perwakilan atau cabang-cabang yang tidak memungkinkan dijangkau satu minggu sekali, kecuali dengan waktu yang lama dan tenaga serta beaya yang besar, pengajian yang diisi oleh pengajar dari pusat diselenggarakan lebih dari satu minggu sekali, bahkan ada yang diselenggarakan satu semester sekali. Perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang yang jauh dari Surakarta ini menyelenggarakan pengajian seminggu-sekali sendiri-sendiri. Konsultasi ke pusat dilakukan setiap saat melalui telpun.
Materi yang diberikan dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an dengan acuan tafsir Al-Qur’an yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir lain baik karya ulama-ulama Indonesia maupun karya ulama-ulama dari dunia Islam yang laim, baik karya ulama-ulama salafi maupun ulama-ulama kholafi. Kitab tafsir yang sekarang sedang dikaji antara lain adalah kitab tafsir oleh Ibn Katsir yang sudah ada terjemahannya dan kitab tafsir oleh Ibn Abas. Kajjian terhadap kitab tafsir oleh Ibn Abas dilakukan khusus oleh siswa-siswa MTA yang kemampuan bahasa Arabnya telah memadai.
Proses belajar mengajar dalam pengajian khusus ini dilakukan dengan teknik ceramah dan tanya jawab. Guru pengajar menyajikan meteri yang dibawakannya kemudian diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Dengan tanya jawab ini pokok bahasan dapat berkembang ke berbagai hal yang dipandang perlu. Dari sinilah, kajian tafsir Al-Qur’an dapat berkembang ke kajian aqidah, kajian syareat, kajian akhlak, kajian tarikh, dan kajian masalah-masalah aktual sehari-hari. Dengan demikian, meskipun materi pokok dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an, tidak berarti cabang-cabang ilmu agama yang lain tidak disinggung. Bahkan, sering kali kajian tafsir hanya disajikan sekali dalam satu bulan dan apabila dipandang perlu kajian tafsir untuk sementara dapat diganti dengan kajian-kajian masalah-masalah lain yang mendesak untuk segera diketahui oleh siswa. Disamping itu, pengkajian tafsir Al-Qur’an yang dilakukan di MTA secara otomatis mencakup pengkajian Hadits karena ketika pembahasan berkembangan ke masalah-masalah lain mau tidak mau harus merujuk Hadits.
Dari itu semua dapat dilihat bahwa yang dilakukan di MTA bukanlah menafsirkan Al-Qur’an, melainkan mengkaji kitab-kitab tafsir yang ada dalam rangka pemahaman Al-Qur’an agar dapat dihayati dan selanjutnya diamalkan.
b. Pengajian Umum
Pengajian umum adalah pengajian yang dibuka untuk umum, siswanya tidak terdaftar dan tidak diabsen. Materi pengajian lebih ditekankan pada hal-hal yang diperlukan dalam pengamalan agama sehari-hari. Pengajian umum ini baru dapat diselenggarakan oleh MTA Pusat yang diselenggarakan satu minggu sekali pada hari Ahad pagi.
izin copy bung..
BalasHapus