Kamis, 01 Maret 2012

TERJEBAK KEBIASAAN


Oleh : Harmoyo Abu Kholifah

Di dalam kehidupan ini sering kali kita terjebak pada suatu kebiasaan. Secara garis besar kebiasaan dibagi menjadi dua. Kebiasaan baik dan kebiasaan buruk. Tapi di sini tentu saya tidak akan memakai istilah “terjebak” untuk suatu kebiasaan yang baik. Karena, menjadikan hal-hal yang baik menjadi kebiasaan itu sangat sulit, sangat berat ujiannya dan sangat besar tantangannya. Kebiasaan-kebiasaan yang baik tersebut antara lain, menuntut ilmu agama atau mengaji dengan mengikuti kajian-kajian keislaman, melaksanakan ibadah-ibadah baik wajib maupun sunnah sesuai dengan tuntunan Rosulullah SAW, memperbanyak dzikir dengan mengingat Allah SWT, saling bersilaturahim, bermuamalah dengan akhlakul karimah dan lain sebagainya.

Sedang kata terjebak dalam kebiasaan di sini, maksudnya terjebak dalam kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Atau kebiasaan yang dinilai baik oleh manusia namun ternyata buruk di mata Allah SWT. Lho apa ada kebiasan-kebiasaan yang demikian ?

Hal ini sudah di sinyalir Allah SWT dalam QS. Al Kahfi ayat : 103-106

Katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"

Yaitu orang-orang yang Telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.

Mereka itu orang-orang yang Telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.

Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (QS. Al Kahfi [18] : 103-106)

Dalam ayat 103 Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menanyakan kepada ummatnya, apakah mereka mau ditunjukkan tentang ciri-ciri orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

Pertama : orang yang paling merugi perbuatannya adalah orang yang melakukan amal perbuatan, kebiasaan-kebiasaan, yang mereka mengira bahwa apa yang mereka jalankan itu adalah hal yang sebaik-baiknya, akan tetapi di mata Allah amal-amal mereka itu sia-sia. (ayat 104). Mengapa sia-sia ?

Kedua : karena mereka kufur dengan ayat-ayat Allah dan perjumpaan dengan Dia (hari Kiamat). Dalam melakukan amal-amal, perbuatan-perbuatan, kebiasaan-kebiasaan mereka mengkufuri, mengingkari, tidak mengindahkan apa yang digariskan dalam ayat-ayat Allah. Dengan kata lain, mereka melanggar ayat-ayat Allah. Mereka juga tidak mempercayai perjumpaan dengan Allah, atau hari kiamat. Sehingga dalam beramal mereka tidak menyadari bahwasannya Allah akan menilai segala amal dan perbuatan mereka. Sehingga orientasi amal-amal tersebut hanyalah keduniaan, hanya karena penilaian manusia, pujian manusia bahkan keuntungan-keuntungan yang sifatnya materialistis. Dengan demikian amal perbuatan dan kebiasaan yang mereka anggap sebaik-baiknya tersebut hapus, rusak, muspro karena Allah tidak menilainya pada hari Kiamat. (ayat 105)

Ketiga, mereka menjadikan ayat-ayat Allah dan Rosul-Rosul sebagai olok-olok. Bisa jadi sebenarnya mereka juga mengetahui tentang ayat-ayat Allah dan sunnah Rosulullah. Tetapi apa yang diketahui dari Al-Qur’an dan As Sunnah itu tidak dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, melainkan hanya sekedar bahan olok-olokan saja. Oleh karena itu balasan bagi mereka adalah neraka jahannam. (ayat 106)

***

Dalam kehidupan ini ada tiga parameter tentang kebenaran. Pertama, bener-benere dewe, yaitu kebenaran hanya di ukur dengan dirinya sendiri. Kedua, bener-benere wong akeh, yaitu kebenaran yang diukur pandangan, pendapat, penilaian orang banyak. Ketiga, bener kang sejati, yaitu kebenaran yang diukur dengan nilai-nilai keIlahian (agama)

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS. Al Baqarah [2] ayat : 147)

Kebenaran yang sejati adalah datang dari Allah, yaitu ajaran agama Islam. Dan tidaklah dinamakan agama Islam jika tidak berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu sesuatu perbuatan, amalan, kebiasaan meskipun dinilai secara pribadi dan masyarakat baik dan benar, namun dalam kacamata agama belum tentu baik apalagi benar. Sesuatu amal perbuatan dan kebiasaan bisa dikatakan baik dan benar jika sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah.

***

Jangan Terjebak Kebiasaan

Memang kalau sudah menjadi kebiasaan itu enak. Tetapi sebagai orang mengaji yang menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari, harus bisa menilai apakah kebiasaan ini sesuai dengan tuntunan agama atau tidak. Jika kebiasaan itu sesuai dengan tuntunan agama maka bisa dilanjutkan, bahkan dilestarikan. Jika kebiasaan itu kurang pas dengan agama, bisa disesuaikan. Dan jika kebiasaan itu bertentangan dengan agama, baik secara syariat maupun aqidahnya, maka harus ditinggalkan.

Sedang terhadap kebiasaan yang sudah berjalan di masyarakat, baik itu dilakukan secara pribadi, keluarga, maupun masyarakat luas, jika kita belum tau ilmunya maka hendaklah kita tidak mengikuti sebelum mengetahui ilmunya dengan jelas. Meskipun kebiasaan itu nampaknya baik, nampaknya benar, bahkan kental dengan nilai-nilai keislaman. Jangan sampai hanya karena mengikuti kebiasaan yang sudah ada kita terjebak pada kebiasaan yang kita belum tahu ilmunya, atau mungkin memang tidak ada ilmunya sama sekali, tidak ada dasar/dalil yang dapat dijadikan landasan hukum yang kuat.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al Israa’ [17] ayat 36)

Jika sudah dianggap “BIASA”

Sekarang ini terjadi pergeseran nilai tentang sesuatu dianggap biasa dan tidak biasa. Misalnya tentang pakaian yang tidak menutup aurat. Dahulu kalau ada wanita memakai rok mini atau baju you can see dianggap tidak biasa, tidak sopan, dianggap wanita nakal, binal, bahkan pakaian-pakaian seperti itu identik dengan pakaian – maaf agak kasar – pelacur. Dulu kita bisa membedakan mana wanita baik-baik dan wanita-wanita yang sedang mangkal mencari obyekan ketika mereka sama-sama berdiri di pinggir jalan. Tetapi sekarang sudah sulit membedakannya.

Kalau sekarang kita merasa prihatin dengan cara berpakaian wanita yang mengumbar aurat, orang lain akan berkomentar : “Sekarang pakaian seperti itu sudah biasa”. Padahal dampak yang diakibatnya sangat fatal baik bagi diri wanita tersebut maupun bagi laki-laki yang tidak mampu menahan syahwatnya.

Dahulu, jika ada gadis hamil sebelum nikah, sudah dipandang sebagai aib, baik bagi si gadis, laki-laki yang menghamili, keluarga dan masyarakatnya. Tapi kini sudah dianggap biasa. Bahkan kalau ada remaja yang berusaha membentengi dirinya dari pergaulan bebas, karena takut akan terjerumus ke dalam dosa yang besar, sehingga dia tidak punya teman berkencan atau pacar, justru dianggap ketinggalan zaman. Na’udzubillah.

Masih banyak lagi dosa-dosa yang sudah dianggap biasa. Oleh karenanya kita harus rajin mengaji Al Qur’an dan Assunnah agar diri kita tidak terjebak pada kebiasaan-kebiasaan yang menjerumuskan kita ke dalam neraka Jahannam.

***

Ada cerita tentang seorang musafir yang datang dari negeri Arab ke tanah Jawa. Sampai di Jawa, musafir tersebut membutuhkan seekor kuda sebagai kendaraannya. Dia membeli seekor kuda kepada orang Jawa. Setelah terjadi kesepakatan di antara keduanya, musafir tersebut segera menaiki kudanya. Baginya syariat membaca basmallah setiap memulai sesuatu dan membaca alhamdulillah ketika menyudahinya sudah menjadi kebiasaan. Musafir itu pun naik kuda dengan membaca basmallah untuk menjalankannya. Tapi ajaib, kuda tersebut tidak mau berjalan.

Dia kembali turun, dengan marah-marah ia protes kepada penjualnya. Akhirnya penjualnya menerangkan, bahwa untuk menjalankan dan memberhentikan kuda tersebut ada passwordnya. Kalau menjalankan bacalah ALHAMDULILLAH dan kalau menghentikan bacalah BISMILLAH.

Musafir kembali menaiki kudanya, kemudian membaca Alhamdulillah, kudanya mulai berjalan. Dia senang dalam dan mengucap bersyukur alhamdulillah, sehingga kudanya makin kencang lajunya. Semakin banyak ia baca alhamdulillah kudanya makin kencang lajunya.

Hingga akhirnya ia sadar di depannya ada jurang yang dalam. Dia panik dan lupa cara menghentikannya, kini keselamatannya terancam. Akhirnya dia ingat dan langsung membaca, BISMILLAH !!! Mendadak kuda berhenti tepat di bibir jurang.

Betapa senangnya dia selamat dari maut, sehingga dia mengucap syukur ALHAMDULILLAH. Sehingga kudanya melaju ke dalam jurang. Akhirnya ia terjatuh ke dalam jurang karena TERJEBAK KEBIASAAN. (thmoyo@yahoo.com)





Kamis, 02 Februari 2012

MTA Ajak Saling Tabayyun


SOLO – Ketua Umum Yayasan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) Drs Ahmad Sukina mengajak semua pihak saling tabayyun (konfirmasi) jika menerima berita yang belum jelas kebenarannya. Pihaknya terbuka kepada siapa pun yang hendak menanyakan segala macam tentang aktivitas dan kajian yang dilakukan MTA.

Pernyataan itu menanggapi tuduhan oleh pengunjuk rasa yang ikut dalam demonstrasi pada acara peresmian MTA Perwakilan Kudus di Gedung Ngasirah, Kudus, Sabtu (29/1). Peserta unjuk rasa yang mengaku berasal dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Barisan Ansor Serbaguna (Banser), Gerakan Pemuda (GP) Ansor, dan Fatayat ini menganggap MTA memiliki ajaran yang menyimpang.

MTA juga dituduh telah menghujat tokoh agama lain dan menganggap tahlilan sebagai dosa. ”Jika sesama muslim mendengar berita, sesuai dengan tuntunannya melakukan tabayyun. Tanya dulu kejelasannya, jangan hanya mengandalkan informasi dari katanya-katanya. Padahal MTA itu orangnya jelas dan kantornya juga jelas,” kata Sukina di Gedung MTA Pusat Jalan Ronggowarsito, Surakarta, kemarin.

Terlebih ada sebagian orang yang menuduh MTA menghalalkan daging anjing. ”Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Karena itu silakan mengikuti kajian MTA atau bertanya secara langsung agar semuanya jelas,” imbuh dia.

Prihatin

Sukina mengaku prihatin atas aksi demo di depan gerbang Gedung Ngasirah itu. Dia bersyukur warga yang ikut dalam peresmian MTA Perwakilan Kudus dan pengajian akbar tak terpancing dengan unjuk rasa tersebut.

Dia juga menolak anggapan bahwa acara peresmian itu tidak berizin. Semua persyaratan untuk terselenggaranya pengajian sudah dipenuhi sesuai peraturan yang berlaku. ”MTA tidak akan melanggar aturan hukum yang telah ditentukan. Semuanya telah ditempuh,” terang Sukina.

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=175400

Senin, 30 Januari 2012

Sejarah Berdirinya MTA


Yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islamiyah yang berkedudukan di Surakarta. MTA didirikan oleh Almarhum Ustadz Abdullah Thufail Saputra di Surakarta pada tangal 19 September 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an. Sesuai dengan nama dan tujuannya, pengkajian Al-Qur’an dengan tekanan pada pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Al-Qur’an menjadi kegiatan utama MTA.

Pendirian MTA dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam pada akhir dekade 60 dan awal dekade70. Sampai pada waktu itu, ummat Islam yang telah berjuang sejak zaman Belanda untuk melakukan emansipasi, baik secara politik, ekonomi, maupun kultural, justru semakin terpinggirkan. Ustadz Abdullah Thufail Saputra, seorang mubaligh yang karena profesinya sebagai pedagang mendapat kesempatan untuk berkeliling hampir ke seluruh Indonesia, kecuali Irian Jaya, melihat bahwa kondisi umat Islam di Indonesia yang semacam itu tidak lain karena umat Islam di Indonesia kurang memahami Al-Qur’an. Oleh karena itu, sesuai dengan sabda Nabi s.a.w. bahwa umat Islam tidak akan dapat menjadi baik kecuali dengan apa yang telah menjadikan umat Islam baik pada awalnya, yaitu Al-Qur’an, Ustadz Abdullah Thufail Saputra yakin bahwa umat Islam Indonesia hanya akan dapat melakukan emansipasi apabila umat Islam mau kembali ke Al-Qur’an. Demikianlah, maka Ustadz Abdullah Thufail Saputra pun mendirikan MTA sebagai rintisan untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an.
MTA tidak dikehendaki menjadi lembaga yang illegal, tidak dikehendaki menjadi ormas/orpol tersendiri di tengah-tengah ormas-ormas dan orpol-orpol Islam lain yang telah ada, dan tidak dikehendaki pula menjadi onderbouw ormas-ormas atau orpol-orpol lain. Untuk memenuhi keinginan ini, bentuk badan hukum yang dipilih adalah yayasan. Pada tanggal 23 Januari tahun 1974, MTA resmi menjadi yayasan dengan akta notaris R. Soegondo Notodiroerjo.
Kini MTA telah berkembang ke kota-kota dan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada awalnya, setelah mendirikan MTA di Surakarta, Ustadz Abdullah Thufail Saputra membuka cabang di beberapa kecamatan di sekitar Surakarta, yaitu di kecamatan Nogosari (di Ketitang), Kabupaten Boyolali, di Kecamatan Polan Harjo, Kabupaten Klaten, di Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Selanjutnya, perkembangan pada umumnya terjadi karena siswa-siswa MTA yang mengaji baik di MTA Pusat mau pun di cabang-cabang tersebut di daerahnya masing-masing, atau di tempatnya merantau di kota-kota besar, membentuk kelompok-kelompok pengajian. Setelah menjadi besar, kelompok-kelompok pengajian itu mengajukan permohonan ke MTA Pusat agar dikirim guru pengajar (yang tidak lain dari siswa-siswa senior) sehingga kelompok-kelompok pengajian itu pun menjadi cabang-cabang MTA yang baru. Dengan cara itu, dari tahun ke tahun tumbuh cabang-cabang baru sehingga ketika di sebuah kabupaten sudah tumbuh lebih dari satu cabang dan diperlukan koordinasi dibentuklah perwakilan yang mengkoordinir cabang-cabang tersebut dan bertanggungjawab membina kelompok-kelompok baru sehingga menjadi cabang. Kini, apabila kelompok pengajian ini merupakan kelompok pengajian yang pertama-tama tumbuh di sebuah kabupaten kelompok pengajian ini langsung diresmikan sebagai perwakilan. Demikianlah, cabang-cabang dan perwakilan-perwakilan baru tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sehingga MTA memperoleh strukturnya seperti sekarang ini, yaitu MTA pusat, berkedudukan di Surakarta; MTA perwakilan, di daerah tingkat dua; dan MTA cabang di tingkat kecamatan (kecuali di DIY, perwakilan berada di tingkat propinsi dan cabang berada di tingkat kabupaten).
Pengajian yang diselenggarakan MTA
a. Pengajian Khusus
Sesuai dengan tujuan pendirian MTA, yaitu untuk mengajak umat Islam kembali ke Al-Qur’an, kegiatan utama di MTA berupa pengkajian Al-Qur’an. Pengkajian Al-Qur’an ini dilakukan dalam berbagai pengajian yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengjian khusus dan pengajian umum. Pengajian khusus adalah pengajian yang siswa-siswanya (juga disebut dengan istilah peserta) terdaftar dan setiap masuk diabsen. Pengajian khusus ini diselenggarakan seminggu sekali, baik di pusat maupun di perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang, dengan guru pengajar yang dikirim dari pusat atau yang disetujui oleh pusat. Di perwakilan-perwakilan atau cabang-cabang yang tidak memungkinkan dijangkau satu minggu sekali, kecuali dengan waktu yang lama dan tenaga serta beaya yang besar, pengajian yang diisi oleh pengajar dari pusat diselenggarakan lebih dari satu minggu sekali, bahkan ada yang diselenggarakan satu semester sekali. Perwakilan-perwakilan dan cabang-cabang yang jauh dari Surakarta ini menyelenggarakan pengajian seminggu-sekali sendiri-sendiri. Konsultasi ke pusat dilakukan setiap saat melalui telpun.
Materi yang diberikan dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an dengan acuan tafsir Al-Qur’an yang dikeluarkan oleh Departemen Agama dan kitab-kitab tafsir lain baik karya ulama-ulama Indonesia maupun karya ulama-ulama dari dunia Islam yang laim, baik karya ulama-ulama salafi maupun ulama-ulama kholafi. Kitab tafsir yang sekarang sedang dikaji antara lain adalah kitab tafsir oleh Ibn Katsir yang sudah ada terjemahannya dan kitab tafsir oleh Ibn Abas. Kajjian terhadap kitab tafsir oleh Ibn Abas dilakukan khusus oleh siswa-siswa MTA yang kemampuan bahasa Arabnya telah memadai.
Proses belajar mengajar dalam pengajian khusus ini dilakukan dengan teknik ceramah dan tanya jawab. Guru pengajar menyajikan meteri yang dibawakannya kemudian diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan dari siswa. Dengan tanya jawab ini pokok bahasan dapat berkembang ke berbagai hal yang dipandang perlu. Dari sinilah, kajian tafsir Al-Qur’an dapat berkembang ke kajian aqidah, kajian syareat, kajian akhlak, kajian tarikh, dan kajian masalah-masalah aktual sehari-hari. Dengan demikian, meskipun materi pokok dalam pengajian khusus ini adalah tafsir Al-Qur’an, tidak berarti cabang-cabang ilmu agama yang lain tidak disinggung. Bahkan, sering kali kajian tafsir hanya disajikan sekali dalam satu bulan dan apabila dipandang perlu kajian tafsir untuk sementara dapat diganti dengan kajian-kajian masalah-masalah lain yang mendesak untuk segera diketahui oleh siswa. Disamping itu, pengkajian tafsir Al-Qur’an yang dilakukan di MTA secara otomatis mencakup pengkajian Hadits karena ketika pembahasan berkembangan ke masalah-masalah lain mau tidak mau harus merujuk Hadits.
Dari itu semua dapat dilihat bahwa yang dilakukan di MTA bukanlah menafsirkan Al-Qur’an, melainkan mengkaji kitab-kitab tafsir yang ada dalam rangka pemahaman Al-Qur’an agar dapat dihayati dan selanjutnya diamalkan.
b. Pengajian Umum
Pengajian umum adalah pengajian yang dibuka untuk umum, siswanya tidak terdaftar dan tidak diabsen. Materi pengajian lebih ditekankan pada hal-hal yang diperlukan dalam pengamalan agama sehari-hari. Pengajian umum ini baru dapat diselenggarakan oleh MTA Pusat yang diselenggarakan satu minggu sekali pada hari Ahad pagi.

MTA DATANG TIDAK BERBUAT KEKACAUAN DAN PERMUSUHAN, MELAINKAN MENEBARKAN KASIH SAYANG DALAM KEKELUARGAAN


Oleh : Al Ustadz Drs. Ahmad Sukina

Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, Majlis Tafsir Al-Qur’an disingkat MTA didirikan pada tgl. 19 September 1972 oleh Al-Ustadz KH. ‘Abdullah Thufail Saputro, berpusat di Surakarta, tepatnya di Jl. Serayu no. 12, Semanggi RT 06, RW 15, Pasarkliwon, Surakarta.
Sampai hari ini tgl. 29 September 2002 MTA genap berusia 30 tahun lebih 10 hari.
MTA didirikan dengan tujuan utamanya mengajak ummat Islam kembali kepada sumber ajaran Islam yang sebenarnya, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Rasulullah SAW bersabda :
Aku telah meninggalkan padamu semua dua perkara, yang kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya (Al-Hadits). [HR. Ibnul ‘Abdil Barr]
MTA adalah lembaga dakwah, menyeru manusia kepada yang paling baik, yakni firman Allah.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslimin)”. [QS. Fushshilat : 33]
Oleh karena itu MTA bukan partai politik dan tidak akan menjadi partai politik, bukan suatu golongan dan tidak akan menjadi suatu golongan tersendiri dari ummat Islam. Seluruh ummat Islam digolongan dan partai manapun adalah saudara kami, dan kami berharap saudara-saudara kami yang aktif digolongan dan partai manapun hendaklah selalu menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai way of life, dan selalu menyuarakan Islam kepada manusia, menjalin ukhuwah Islamiyah dan rasa musawah sesama muslim, tanpa merasa lebih antara satu dengan yang lain. Kepada saudara-saudara kami yang non muslim, kita bisa berdampingan, saling hormat-menghormati, tidak saling mencela dengan berbuat baik serta berlaku adil, selama mereka tidak memusuhi kita karena agama, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8 :
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. [QS. Al-Mumtahanah : 8]
Pada hakikatnya Allah menciptakan kita manusia agar beribadah (menghambakan diri) kepada-Nya dan nanti kita semua akan kembali kepada Allah dengan mempertanggungjawabkan amal kita masing-masing tanpa bisa bantu-membantu satu sama lain. Maka rasanya tidak perlu kita mengurusi agama dan kepercayaan orang lain, kewajiban kita hanyalah mengajak kepada Islam tanpa ada paksaan dengan bentuk apapun. Kalau mereka mau menerima, keselamatan buat mereka sendiri, kalau tidak mau menerima, kita saling menghormati
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. [QS. Al-Kaafirun : 6]
Kita sebagai bangsa yang satu, hal-hal yang sekiranya bisa kita kerjakan bersama (tidak melanggar aturan agama) marilah kita bekerja sama. Adapun hal-hal yang tidak bisa kita kerjakan bersama, marilah kita sama-sama bekerja tanpa mengganggu orang lain bekerja, nanti Allah sajalah yang akan memberi balasan pekerjaan kita secara sempurna.
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT dengan membawa Al-Qur’an untuk memperbaiki akhlaq manusia, di tengah-tengah masyarakat jahiliyah yang sangat kental dengan kemusyrikan dan kemakshiyatan. Sedangkan ajaran Al-Qur’an sangat berlawanan dengan adat kebiasaan masyarakat tersebut. Oleh karena itu Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing (tidak umum), dan akan kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing”. Beliau ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu ?”. Beliau bersabda, “Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya manusia”. Dan di lain riwayat beliau ditanya (tentang orang-orang yang asing), beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang menghidup-hidupkan apa-apa yang telah dimatikan manusia daripada sunnahku”. [HR. Muslim, Ibnu Majah dan Thabrani]
Dalam riwayat lain bagi imam Ibnu Wahab, beliau SAW bersabda :
Kebahagiaan bagi orang-orang yang asing, yaitu mereka yang berpegang teguh dengan kitab Allah ketika ditinggalkan orang banyak dan mengerjakan dengan sunnah ketika sunnah itu dipadamkan orang banyak.
Dari sabda Nabi tersebut kita dapat memahami betapa beratnya tugas Rasulullah SAW dan tugas para da’i masa mendatang memperbaiki akhlaq manusia jahiliyah, jahil terhadap kebenaran, berhati kasar, hidup hanya memperturutkan hawa nafsunya. Sedangkan yang dibawa Nabi bertentangan 180 o dengan keinginan hawa nafsunya, bahkan dianggap suatu yang asing (tidak umum) atau menyalahi kebiasaan.
Oleh karena itu berbagai tuduhan jelek dan cemoohan dilontarkan kepada Nabi antara lain, dikatakan orang gila, kurang akal, memecah belah persatuan, merusak agama nenek moyang, dsb. Tidak saja cemoohan dengan ucapan, penganiayaan phisik pun dilakukan, bahkan ada rencana pembunuhan kepada diri Rasulullah SAW.
Namun demikian itu semua tidak menjadikan Nabi berputus asa, takut dan berhenti dakwah, melainkan diterima dengan ikhlash dan penuh kesabaran, tidak membalas kejelekan yang mereka lakukan bahkan Nabi mendoakan untuk mereka dengan rasa kasih sayang, agar Allah memberi hidayah kepada mereka :
Ya Allah, berikanlah hidayah kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengerti.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Islam akan kembali asing lagi seperti pada mulanya datang. Berarti bahwa orang yang menyeru kepada Islam dan mengamalkan dengan benar akan mendapat tantangan yang berat pula sebagaimana yang dialami Nabi ketika mula-mula menyeru manusia kepada Islam. Bahkan Rasulullah SAW menjelaskan dalam sabdanya :
Akan datang suatu masa atas manusia bahwa orang yang shabar (tahan) atas agamanya, bagaikan orang yang menggenggam bara api. [HR. Tirmidzi]
Namun yang menggembirakan sabda beliau : thuubaa lil ghurobaa' (kebahagiaan bagi orang-orang yang asing).
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, Rasulullah SAW berdakwah menyebarkan Islam kepada ummat manusia tanpa pamrih dan tidak mengharapkan imbalan apapun dari manusia kecuali menebarkan kasih sayang diantara manusia, serta mengharapkan ridla Allah semata dan hakikatnya demikianlah semua Rasul Allah.
Firman Allah SWT :
Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak minta upah apapun kepadamu atas seruan (dakwah)ku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. [QS. Asy-Syura : 23]
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. [QS. Asy-Syu’araa’ : 145]
Orang-orang kafir tidak memahami apa yang dikehendaki oleh Rasul Allah dengan aktifitas dakwahnya, maka mereka menawarkan kepada beliau apapun yang dikehendaki akan dipenuhi, bahkan beliau akan diangkat menjadi raja (penguasa) asalkan beliau mau berhenti dari aktifitas dakwahnya.
Tawaran itu dengan tegas ditolak oleh Rasulullah, jangankan hanya itu, andaikata mereka dapat memberikan matahari dan bulan di kedua tangan beliau, beliau tidak akan berhenti berdakwah hingga kebenaran Islam menjadi jelas bagi manusia, atau beliau mati bersamanya, karena memang bukan itu tujuan dakwah.
Lain dengan kebanyakan manusia sekarang, aktifitas dakwah dilakukan untuk memperoleh sesuatu, kalau mungkin ingin dapat menjadi raja walaupun harus dengan jalan suap. Maka kalau keinginannya sudah tercapai, selesailah aktifitas dakwahnya. Padahal setiap muslim adalah da’i, dan seharusnya hal itu dilakukan dengan mencontoh Rasulullah SAW, yakni hanya mengharap ridla Allah SWT dan dilakukan dengan rasa kasih sayang, sehingga dakwah akan berjalan terus-menerus secara berkesinambungan, tidak berhenti di tengah jalan.
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, perjalanan MTA selama 30 tahun, tidak melalui jalan yang mulus dan rata, melainkan melalui jalan yang sangat terjal dan penuh dengan semak-semak dan duri.
Hampir di semua daerah dimana MTA baru tumbuh pasti mendapat rintangan yang berat, sampai sekarang.
Dengan bermacam-macam tuduhan fitnah dilontarkan antara lain : tidak bermasyarakat, membikin resah, menganggap orang lain najis sehingga MTA tidak mau berjabat tangan dan tidak mau bermakmum dengan selain warganya, bahkan dianggap membawa agama baru, ingkarus-sunnah, dsb.
Karena termakan fitnah tersebut sehingga masyarakat berlaku kejam terhadap warga MTA, dengan melakukan pengrusakan tempat pengajian, menyegel gedung tempat pengajian yang dibangun di tempat sendiri dan dengan swadaya warga MTA sendiri, lalu dilarang untuk ditempati. Belum lagi merasa puas dengan itu semua, maka penganiayaan phisik terhadap warga MTA dan pemboikotan terhadap warga MTA yang punya kerja di beberapa daerah terjadi juga. Anehnya biang keladi pelaku tersebut justru orang-orang Islam yang diangap mengerti agama dan berpengaruh di masyarakatnya.
Diantara mereka guru agama, modin dan orang yang dianggap tokoh oleh masyarakat. Biasanya mereka menghasut orang-orang awam, dibangkitkan rasa kebenciannya kepada MTA dengan dalih tidak bermasyarakat, maka mereka menentang keberadaan MTA di daerah tersebut, akhirnya terjadi keributan, lalu dilaporkan pada KUA dan Muspika sampai ke Depag Kabupaten hingga ke Muspida. Tanpa bertabayun dengan benar para pejabat tersebut termakan juga oleh berita bohong, akhirnya berkesimpulan bahwa MTA membikin resah dan pengajian MTA di daerah tersebut harus ditutup, tidak boleh dilanjutkan.
Yang menjadi permasalahan di berbagai daerah adalah sama, yakni karena kami warga MTA tidak ikut kenduri, sesaji-sesaji di tempat-tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat, tidak ikut acara selamatan kematian pada hari ke 7, 40, 100, 1000 dsb. dari kematiannya.
Hal itu kami tidak mengikuti karena kami meyaqini bahwa itu semua laisa minal islam (bukan ajaran Islam), bahkan membawa kepada kemusyrikan. Walaupun kami tidak melakukan yang demikian, namun kami warga MTA tidak pernah mengganggu, menghalangi saudara-saudara kami yang masih suka melakukan upacara-upacara tersebut, karena kami punya prinsip firman Allah :
Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. [QS. Asy-Syuuraa : 15]
Masing-masing kita akan memperoleh balasan dari Allah sesuai dengan amal kita masing-masing.
Hanya karena itu kami dituduh tidak bermasyarakat padahal kegiatan sosial kemasyarakatan seperti : donor darah secara rutin, kerja bhakti bersama masyarakat, siskamling, kami tidak pernah ketinggalan.
Untuk itu semua kami (pengurus) berusaha melakukan pendekatan melalui berbagai jalur, termasuk jalur pemerintahan dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini, namun terpaksa kandas juga.
Bahkan ada seorang pejabat di suatu daerah dengan sombongnya mengatakan, “Mungkin MTA bisa tumbuh di daerah lain, tetapi MTA tidak boleh tumbuh di daerah kami ini. Na'udzubillahi min dzalik. Wal hasil menghadapi kenyataan yang ada ini kami serahkan sepenuhnya kepada Allah, dan kami harus bershabar tidak berputus asa sebagaimana Rasulullah SAW bershabar dalam berdakwah, dan tantangan yang beliau hadapi jauh lebih berat daripada yang kami hadapi. Allah SWT berfirman :
Jika kamu bershabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. [QS. Ali ‘Imran : 186]
Dan kami yaqin sepenuhnya bahwa usaha apapun untuk membendung/ memadamkan cahaya Islam tidak akan berhasil dan Allah pasti menolong hamba-Nya yang menolong agama-Nya.
Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya sekalipun orang-orang kafir membencinya. [QS. Shaff : 8]
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, pasti Allah menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu. [QS. Muhammad : 7]
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, dengan itu semua kami dapat mengambil pelajaran bahwa :
1. Ummat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini, kebanyakan belum memahami dan belum meyaqini kitab sucinya (Al-Qur’an), mereka lebih suka mengikuti adat kebiasaan sekalipun hal itu bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana diungkapkan firman Allah :
Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab, “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mendapat petunjuk ?. [QS. Al-Maaidah : 104]
2. Kebanyakan bangsa kita masih suka memaksakan kehendaknya kepada orang lain, setiap orang yang tidak sefaham, tidak sealiran, tidak separtai dengan dirinya dianggap lawan yang harus dimusuhi dan dijatuhkan .
3. Dengan keadaan yang demikian, lebih mendorong kepada kami untuk meningkatkan keshabaran menghadapi rintangan dan lebih meningkatkan aktifitas dakwah kami, dilandasi dengan rasa kasih sayang mengajak manusia untuk mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah agar tercapai kebahagiaan hidup yang haqiqi dan terwujudlah ketenteraman, kedamaian, saling menghormati satu dengan yang lain dan tercapailah apa yang kita idamkan bersama, baldatun thoyibatun wa robbun ghofur.
Alhamdulillah dengan pertolongan Allah SWT lewat pejabat Komandan Korem 074 Warastratama + tahun 1979 yang pada waktu itu Bp. Letkol Sukandar, kami pengurus MTA dipertemukan dengan Dandim dan Kakandepag se eks Karesidenan Surakarta di Makorem 074 untuk berdialog agar memberi kepahaman kepada mereka tentang MTA.
Bertitik awal dari itulah selanjutnya gangguan dan rintangan terhadap aktifitas dakwah MTA di berbagai daerah berangsur-angsur mulai berkurang, walaupun sampai hari ini setiap MTA yang baru muncul di suatu daerah masih mendapat hambatan yang sama, seperti di Cilacap, tepatnya di Pangawaren, Karangpucung, Cilacap. Dan di Blora, tepatnya di desa Bangkerep, Balong, Kunduran, Blora. Saat ini puluhan orang terpaksa hijrah ke Solo agar dapat ngaji, karena mereka dikeroyok dan dianiaya oleh masa, rumahnya di lempari batu, masjid yang digunakan untuk pengajian dibedhol oleh masyarakat lalu dipindah ke tempat lain.
Kami berdoa semoga Allah membuka hati mereka yang belum memahami, sehingga mau memahami, syukur mau mengikuti, paling tidak semoga tidak mengganggu dan merintangi.
Pada usia yang ke-30 tahun ini, MTA yang berpusat di Surakarta sudah memiliki 107 Cabang dan perwakilan dengan ribuan satgas yang tersebar di bumi Indonesia ini, dari pelosok-pelosok desa sampai di kota-kota besar, di beberapa propinsi, yang paling barat adalah Medan Sumatera Utara, tepatnya di Jl. Perhubungan no. 17, Laut Dendang, Deli Serdang, dan yang paling timur adalah di propinsi NTB, tepatnya di Jl. Batanghari, Tanjungkarang, Ampenan, Mataram.
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, SATGAS MTA, bukan saja untuk kepentingan MTA dan bukan untuk kepentingan partai maupun golongan tertentu, melainkan untuk kepentingan Islam dan ummat Islam khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya.
Aktifitas SATGAS MTA bergerak di bidang dakwah dengan bentuk sosial kemasyarakatan di berbagai macam, antara lain :
* Mengirim dan membagikan sembako serta mengadakan pengobatan masal di beberapa daerah akibat bencana alam, maupun akibat konflik sesama bangsa, serta sebab-sebab lain, misalnya akibat banjir di Karawang (Jabar) dan Pati (Jawa Tengah), dan akibat konflik di Ambon, Ternate, Tual dan sekitarnya, dan juga di tempat-tempat lain yang dipandang perlu.
* Mengirim air bersih ke Gunung Kidul, yang kekeringan akibat kemarau panjang, dsb.
* Kerja bhakti bersama TNI dan masyarakat baik AMD maupun TMD, dan membantu kepolisian dalam rangka Gerakan Disiplin Nasional (GDN), donor darah, dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi manusia, sebagaimana sabda Rasulullah :
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. [HR. Al-Qudlaa’iy dalam AL-Jaami’ish Shaghiir]
SATGAS MTA bersimbul Al-Qur’an yang melekat di baret kepalanya dengan maksud menjunjung tinggi Kitab Suci Al-Qur’an serta berpikir yang sesuai dengan Kitab Suci tersebut. Juga gambar Al-Qur’an di pundaknya dengan maksud siap memikul tanggungjawab menyebarkan ajaran Al-Qur’an kepada masyarakat serta siap menanggung resiko karena tugas tersebut.
Oleh karena itu pada usia ke-30 MTA ini, kami mohon kepada Bp. Prof. DR. H.M. Din Syamsuddin, MA dari MUI Pusat berkenan mengukuhkan keberadaan SATGAS MTA yang tersebar di berbagai daerah bumi Indonesia ini, agar supaya SATGAS MTA mempunyai pendirian yang kokoh dan lurus sebagaimana simbul yang melekat pada dirinya, yakni Al-Qur’an membawa kepada jalan yang lurus. Disamping itu pada peristiwa yang bersejarah ini mudah-mudahan anggota SATGAS tidak lupa bahwa dirinya bertugas bukan untuk kepentingan golongan tertentu, melainkan untuk Islam dan ummat Islam, serta kepentingan masyarakat secara luas dengan mengharap ridla Allah semata.
Sekian sekilas tentang MTA dan SATGAS nya, semoga Allah SWT meridlai usaha ini dan masyarakat menjadi faham bahwa keberadaan kami tidak ingin membikin kacau dan resah masyarakat, tetapi keberadaan kami ingin mengajak ummat Islam khususnya dan semua manusia pada umumnya keluar dari gelap menuju terang-benderang, dari jalan sesat ke jalan keselamatan, dan dari sifat dengki, dendam, permusuhan kepada saling kasih sayang dilandasi dengan iman dan rasa kekeluargaan.
Aku tidak minta upah apapun kepadamu atas dakwahku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. [QS. Asy-Syuuraa : 23]
Demikian yang kami sampaikan, semoga bermanfaat untuk kita semua.
~oO[ A ]Oo~

Disampaikan PADA PENGAJIAN AKBAR DALAM RANGKA PENGUKUHAN SATGAS MTA
OLEH BP. PROF DR. H.M. DIN SYAMSUDDIN, MA MUI PUSAT
DI PAGELARAN KARATON KASUNANAN SURAKARTA
Ahad, 29 September 2002

BELUMKAH SAATNYA UMMAT ISLAM TUNDUK PADA AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH ?


Oleh : Al-Ustadz Drs. Ahmad Sukina

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka (Al-Qur’an), supaya mereka jangan seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang fasiq. [QS. Al-Hadiid : 16]
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, marilah kita perhatikan firman Allah tersebut. Dan secara pribadi maupun sebagai suatu bangsa yang merasa beriman bagaimana kita menjawab pertanyaan Allah itu, “Belum saatnya kah hidup kita ini mau dipimpin oleh Al-Qur’an ?. Atau sudah keraskah hati kita, sehingga menjadi orang fasiq ?”.
Kita sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam terpuruk jatuh dan berantakan ini, kalau kita cermati sebab pokoknya adalah krisis akhlaq. Sebagaimana dikatakan seorang pujangga Islam yang terkenal Asy-Syauqiy :
Sesungguhnya bangsa itu tergantung akhlaqnya,
bila rusak akhlaqnya maka rusaklah bangsa itu.
Rasulullah SAW bersabda :
Kejahatan dan perbuatan jahat keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Bahwasanya orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. [HR. Tirmidzi]
Dampak dari krisis akhlaq, timbul berbagai macam kejahatan dan kerusakan di berbagai bidang sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini. Padahal kita berharap pada era reformasi ini mestinya ummat Islam khususnya dan bangsa di negeri ini pada umumnya akan dapat merasakan kemerdekaan yang sudah 55 tahun ini dengan rasa aman, tenteram dan bahagia lahir maupun bathin.
Mengapa demikian ? Karena baru kali inilah sejak kemerdekaan yang sudah 55 tahun ini, pucuk pimpinan negeri ini dipegang oleh orang-orang top dan orang-orang pilihan dari organisasi Islam yang besar di Indonesia ini.
Presidennya - Kyai Hajji - Ketua Umum Pengurus Besar NU.
Ketua MPR-nya Prof DR, mantan Ketua PP Muhammadiyah.
Ketua DPR-nya Ir. - mantan ketua PB HMI.
Ketiga-tiganya adalah orang-orang nomor 1 dari organisasi Islam yang cukup besar dan terkenal di negeri ini.
Namun apa yang kita rasakan ?
Di mana-mana terjadi kerusuhan, kerusakan dan pertikaian sesama bangsa. Ummat Islam yang mayoritas di negeri ini tidak mendapat angin segar, bahkan dihinakan dan diremehkan. Di berbagai daerah terjadi pembantaian terhadap ummat Islam, bahkan para kyai, guru ngaji pun termasuk menjadi sasaran pembantaian dengan dalih dhukun santet.
Keadaan yang demikian menunjukkan bahwa kehidupan bangsa ini makin jauh dari aturan Islam. Hal ini tentu menjadikan kita semua ummat Islam sedih dan sangat tidak menyenangkan. Akan tetapi marilah kita ingat firman Allah :
Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS. Al-Baqarah : 216]
Dengan keadaan yang tidak menyenangkan itu, mudah-mudahan sangat baik bagi ummat Islam, untuk diambil pelajaran, agar lebih meyaqinkan dan memantapkan bahwa hanya kepada Allah sajalah kita bergantung dan berpengharapan serta berserah diri.
Jangan terlalu mengharapkan sesuatu dari makhluq, dari orang-orang besar sekalipun, hingga mengabaikan dan meremehkan orang-orang kecil, padahal justru Allah akan menolong ummat ini lantaran orang-orang kecil. Rasulullah SAW bersabda :
Hanyasanya Allah akan menolong ummat ini lantaran orang-orang lemahnya, dengan doa mereka, shalat mereka dan keikhlashan mereka. [HR. Nasai]
Sedangkan para pembesar negeri dan orang-orang yang hidup mewah pada umumnya mengingkari peringatan dan petunjuk dari Allah. Mereka merasa dengan kekayaan dan anak-anak (para pendukung) mereka dapat menolak siksa akibat keingkarannya. Dengan sombongnya mereka mengatakan :
Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (anak buah) dan kami sekali-kali tidak akan diadzab. [QS. Saba’ : 35]
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, masih belum saatnya kah kita mau dipimpin dengan Al-Qur’an ? Bagi orang-orang yang beriman tentunya akan menjawab, “Jangan ditunda-tunda lagi !”.
Oleh karena itu, marilah kita teladani perilaku kehidupan Rasulullah SAW, agar hidup ini mendapat ridla Allah, hingga memperoleh kemudahan dan dapat mengatasi segala persoalan.
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari qiyamat dan dia banyak mengingat Allah. [QS. Al-Ahzab : 21]
Imam Malik berkata :
Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini (sambil menunjuk ke arah makam Nabi SAW). [HR. Malik]
Dengan demikian seorang muslim dilarang bertaqlid buta mengikuti apasaja yang dilakukan dan diucapkan seseorang, apakah dia kyai, ustadz, guru agama, maupun pembesar negara, kecuali apabila hal tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Rasulullah SAW dalam membina kekuatan ummat memulai dari bawah tidak memaksakan dari atas, sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam QS. Ibrahim ayat 24-26
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (24)
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan idzin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (25)
Dan perumpamaan kalimat-kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. (26) [QS. Ibrahim]
Hal itu dapat kita ketahui ketika orang-orang kafir Makkah menawarkan kepada Nabi SAW, apapun yang Nabi minta akan dipenuhi sekalipun ingin menjadi raja (penguasa) di negeri itu asal Nabi mau berhenti dakwah.
Tawaran itu dijawab dengan tegas, andaikata mereka dapat menaruh matahari dan bulan di kedua tangan beliau, beliau tetap tidak akan berhenti dakwah menyampaikan Islam kepada masyarakat, agar ummat manusia selamat hidupnya di dunia dan akhirat. Beliau tidak ada keinginan sama sekali menjadi penguasa sedang ummatnya dalam kesesatan dan penderitaan.
Rasulullah membina ukhuwah Islamiyah di kalangan para shahabatnya dengan menanamkan rasa kasih sayang dan saling tolong-menolong dengan sabdanya :
Tidak beriman seseorang diantara kalian sehingga mencintai saudaranya seperti cintanya kepada dirinya sendiri. [HR. Bukhari dan Muslim]
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Tidak boleh ia menganiaya, tidak boleh membiarkannya (tidak tolong-menolong) dan tidak boleh menghinanya. Taqwa itu di sini (beliau sambil menunjuk ke dadanya). Seseorang cukup menjadi jahat karena dia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah haram darahnya, kehormatannya dan hartanya. [HR. Bukhari dari Abu Hurairah]
Persaudaraan semacam itu hanya dapat terlaksana apabila dilandasi dengan iman dan taqwa kepada Allah.
Semua bentuk perserikatan dan persaudaraan tanpa landasan iman dan taqwa tidak dapat diharapkan kelangsungannya dan sangat rapuh seperti rapuhnya sarang labah-labah. Karena yang menjadi ikatannya tentu kepentingan dan manfaat pribadi, kelompok atau golongan. Manakala kepentingan masing-masing anggota merasa tidak tercapai apalagi merasa dirugikan, pasti akan hancur berantakan, akhirnya timbul rasa kebencian dan permusuhan.
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa. [QS. Az-Zukhruf : 67]
Rasulullah memerintahkan ummatnya agar mengikuti Al-Qur’an kemana saja Al-Qur’an membawanya, karena yaqin betul bahwa hanya dengan Al-Qur’an manusia akan dituntun ke jalan keselamatan dan tidak akan sesat/celaka selamanya.
Beredarlah kamu mengikuti Al-Qur’an ke manasaja Al-Qur’an beredar. [HR. Hakim]
Benar-benar aku telah tinggalkan untukmu dua perkara (pegangan) yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang kepada keduanya. yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi-Nya. [HR. Malik dan Hakim]
Allah SWT berfirman :
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan memisahkan kamu dari jalan yang lurus. [QS. Al-An’aam : 153]
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, Rasulullah juga memerintahkan ummatnya agar menghindari perdebatan sekalipun dirinya benar, karena tidak ada gunanya bahkan dapat menimbulkan saling tegang urat leher, dan dapat menghilangkan kekuatan.
Jauhilah perdebatan, sebab larangan yang pertama kali disampaikan kepadaku oleh Tuhanku setelah menyembah berhala adalah perdebatan. [HR. Thabrani]
Dan thaatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantah, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bershabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang shabar. [QS. Al-Anfaal : 46]
Dengan berbagai pesan dan arahan Rasulullah SAW serta petunjuk-petunjuk Allah SWT, semoga keadaan yang tidak menyenangkan ini dapat membawa pengaruh positif kepada ummat Islam pada umumnya, tergugah hatinya untuk lebih meningkatkan pengetahuannya tentang Islam dan meningkatkan keyaqinan bahwa hanya dengan Islamlah (yakni dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah) dunia ini akan baik, sebagaimana kata imam Malik :
Tidak akan dapat memperbaiki (keadaan) ummat akhir ini melainkan apa yang pernah memperbaiki (keadaan) ummat pertamanya. [HR. Malik]
Selanjutnya khusus pada para kyai, ustadz dan ulama untuk bersedia meluangkan waktu guna menggarap ummat dengan serius tidak asal-asalan saja, sehingga terbina ummat yang kuat aqidah dan tegak syariatnya, siap menghadapi tantangan zaman.
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, memperhatikan keadaan bangsa dan negara kita yang kacau balau ini rupanya para pembesar negara ini kebingungan bagaimana mengatasi kondisi yang semrawut dewasa ini. Berbagai konsep dicobakan, sampai mencoba pergantian menteri dan perombakan kabinet, namun belum tampak hasil yang menggembirakan, karena konsep-konsep tersebut hanya pemikiran manusia yang berdasarkan kira-kira belaka, yang hasilnya pasti tidak akan memuaskan. Sedangkan para pemimpin negeri ini rupanya tidak yaqin dengan petunjuk Allah yang jelas dan pasti jitu dan tepat. Maka berpaling dari petunjuk Allah akan membawa kehidupan ini semakin sempit. Firman Allah SWT :
Barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak sesat dan tidak celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku pasti akan menemui penghidupan yang sempit. [QS. Thaahaa : 123-124]
Ada jalan yang pasti terang tidak ditempuh, tetapi jalan yang hanya kira-kira (masih gelap) malah ditempuh.
Sebagai penutup kami sampaikan sabda Rasulullah SAW :
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu bangsa/kaum, maka Allah mengangkat orang-orang yang bijaksana (pandai) sebagai pejabat yang mengelola urusan mereka, dan Allah memberikan harta kepada orang-orang yang pemurah. Dan apabila Allah menghendaki kejelekan bagi suatu bangsa/kaum, maka Allah mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pejabat yang mengurusi urusan mereka, dan Allah menyerahkan harta kekayaan kepada orang-orang yang kikir. [HR. Abu Dawud]
Semoga Allah selalu menolong hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih dan semoga para pejabat yang mengurusi bangsa ini tidak termasuk orang-orang yang bodoh. Dan orang-orang kaya di negeri ini tidak termasuk orang-orang bakhil, sehingga ada kepedulian kepada para fuqaraa’ wal masaakiin. Aamiin ya rabbal ‘aalamiin.

DISAMPAIKAN PADA PENGAJIAN AKBAR DAN PEMBUKAAN PORNAS MTA 28 TH 2000
di Stadion Sriwedari, Solo
Ahad, 10 September 2000